Ikut Pendidikan Guru Penggerak, Dapat Apa Saja Sih?

Posting Komentar

 


 

Tulisan ini saya buat sebagai refleksi dari apa yang sudah saya jalani selama 6 bulan terakhir. Yaitu menjadi Calon Guru Penggerak (CGP) dalam Pendidikan Guru Penggerak (PGP). Program yang dirancang berlangsung selama 9 bulan. Mungkin analoginya seperti bayi ya. Setelah berproses selama 9 bulan, harapannya guru-guru yang mengikuti program ini “terlahir” menjadi guru yang lebih mumpuni dan siap menjadi pemimpin di masa depan.

 

Awal ikutan program ini sih sebetulnya penasaran saja, trus kebetulan sedang tidak banyak kesibukan jadilah pengen nambah-nambah ilmu dan koneksi. Lalu tanya-tanya ke teman yang ikut PGP angkatan sebelumnya. Menurut pendapat dia sih materinya cukup relefan dan asik juga. Jadilah saya ikut daftar juga. Dan sebagai disclaimer, ikut program ini tidak membayar dan juga tidak dibayar. Jadi ya murni bagi yang ingin mengupgrade diri saja.

 

Total ada 3 paket modul dengan di masing-masing modul ada 3-4 topik pembahasan.

 

Modul 1.1

Modul 1.1 membahas tentang pemikiran Ki Hadjar Dewantara (KHD) tentang Pendidikan. Siapa sih yang tidak kenal dengan Bapak Pendidikan Indonesia ini. Banyak pemikiran beliau yang menjadi fondasi pendidikan kita sampai saat ini.

Basic pendidikan yang kembali ke murid. Dimana konsep bermain sambil belajar kita buka kembali dan coba terapkan agar pembelajaran semakin menyenangkan. Saya sebagai guru jadi berpikir kembali, kalau saya jadi siswa di kelas saya sendiri apa yang akan saya rasakan. Sudah menarikkah pembelajaran saya? Sudahkan saya memberikan ruang bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan bakat dan minatnya? Sungguh menyadarkan.

 

Modul 1.2 dan 1.3

Di modul ini kita belajar untuk menentukan tujuan dan teknik mencapainya. Jika berbicara dalam konteks kelas, maka bisa menuju capaian apa yang ingin kita raih. Baik itu dari sisi guru maupun siswa.

Kalau dalam perspektif lebih luas, ini bisa diterapkan juga dalam kehidupan sehari-hari. Misal target apa yang ingin pribadi kita capai dalam beberapa tahun yang akan datang. Lalu menentukan strategi dan monitoring apa yang bisa dilakukan. Asik sekali.

 

Modul 1.4

Pada modul ini kita dibekali skill untuk membangun budaya positif di lingkungan kita. Eits, tentunya bukan positif covid ya.. hehe..

Lagi-lagi, tentang membangun mindset dan menciptakan iklim belajar yang mendukung. Tentu kita sepakat bahwa lingkungan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam pendidikan. Anak yang awalnya kurang semangat, di tengah lingkungan yang semangat belajar inyaallah juga akan ikut terpacu semangatnya. Nah di modul ini dipelajari bagaimana membangun budaya positif itu dengan menghargai perasaan dan pendapat semua orang.

 

Jadi pada intinya, paket modul 1 lebih banyak membahas tentang pola pikir tentang pendidikan dan membangun lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran itu sendiri. Harapannya tentu jika pola pikirnya sudah mendukung dan optimis dapat menciptakan perbaikan, maka lebih terbuka akan masukan dan hal-hal baru diluar dari kebiasaan selama ini. Nice start 😊

 

Modul 2.1

Lanjut ke modul 2.1. Modul ini membahas tentang pembelajaran berdiferensiasi. Ilustrasi singkatnya begini. Semua murid punya minat, bakat dan karakter yang berbeda-beda, maka cara belajar, product akhir dan ujian pun harusnya bisa mengakomodir keberagaman ini.

Jadi, guru harusnya lebih fleksibel dalam memberi ruang untuk memberikan siswa berbagai macam pilihan jalan belajar dengan tujuan akhir yang sama. Saya pribadi sangat senang mempelajari modul ini, dengan begitu siswa saya yang beragam jadi alami dalam belajar dan harapannya tentu dia dapat mencapai potensi terbaik dari dirinya.

 

Modul 2.2 dan 2.3

Pada modul ini kita dibekali dengan teknik dalam urusan interaksi. Kita membahas bagaimana membangun hubungan sosial emosional di kelas dan dengan individu. Mulai dari teknik pernapasan sampai refleksi yang agak dalam.

Lalu kita dibekali juga dengan teknik coaching. Sebuah teknik yang sangat powerful dalam membangun kesadaran bukan dari memberi tahu atau instruksi, tapi dengan cara bertanya. Sehingga coachee menyadari sendiri dan muncul inisiatif dalam persoalan yang sedang dihadapinya. Secara pribadi saya senang belajr ini, karena juga bisa memposisikan diri sebagai teman yang mengerti keadaan temannya. Tidak menghakimi, tidak pula memerintah. Cukup dengan diskusi membangun simpati dan empati.

 

Modul 3.1

Pada modul ini kami dibekali dengan teknik pengambilan keputusan dikala terjadi dilema. Tentu kita pernah menghadapi kondisi layaknya pepatah buah simalakama. Pilihan serba sulit. Disini kita dikenalkan dengan 3 prinsip pengambilan keputusan yaitu end-based thinking, rule-based thinking dan care-based thinking.

Lalu ada juga 9 langkah pengambilan keputusan yang bisa kita ikuti langkah demi langkah dalam mencapai keputusan yang paling sesuai dengan situasi. Lebih asiknya lagi, pengambilan keputusan ini adalah seni. Artinya tidak ada rumus baku yang bisa digunakan. Semua keputusan akan sesuai dengan dampak yang diakibatkannya.

 

 

Nah, karena sampai tulisan ini dibuat saya baru mempelajari sampai modul 3.1 ini, maka tulisan ini saya cukupkan sampai sini. Insyaallah akan saya lanjutkan ketika sudah mempelajari semuanya. 😊

Pada intinya kita sebagai guru jangan berhenti belajar karena dunia terus berubah. Paling tidak kita tidak ketinggalan.

 

Bagi saya, cara mengajar terbaik adalah dengan belajar,

Dan cara belajar terbaik adalah dengan mengajar.

 

 Semoga kita semua bisa memanfaatkan umur yang masih kita miliki dengan hal-hal positif.

 

 

Related Posts

Posting Komentar